LUPA
1.
PENGERTIAN
LUPA
Lupa merupakan
istilah yang sangat populer di masyarakat. Dari hari ke hari dan bahkan setiap
waktu pasti ada orang-orang tertentu yang lupa akan sesuatu, entah hal itu
tentang peristiwa atau kejadian di masa lampau atau sesuatu yang akan
dilakukan, mungkin juga sesuatu yang baru saja dilakukan. Fenomena dapat
terjadi pada siapapun juga, tak peduli apakah orang itu anak-anak, remaja,
orang tua, guru, pejabat, profesor, petani dan sebaginya. (syaiful Bahri
Djamarah, 2008: 206)
Soal mengingat
dan lupa biasanya juga ditunjukkan dengan satu pengertian saja, yaitu retensi,
karena memang sebenarnya kedua hal tersebut hanyalah memandang hal yang satu
dan sama dari segi berlainan. Hal yang diingat adalah hal yang tidak dilupakan,
dan hal yang dilupakan adalah hal yang tidak diingat. (Sumadi Suryabrata, 2006:
47)
Lupa ialah
peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan kita, sedang ingatan
kita sehat. (Agus Suyanto, 1993: 46), adapula yang mengartikan lupa sebagai
suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak dapat ditemukan
kembali utnuk digunakan. (Irwanto, 1991: 150).
Muhibbinsyah
(1996) dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan mengartikan lupa
sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau memproduksi kembali
apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari secara sederhana. Gulo (1982) dan
Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidak mampuan mengenal atau
mengingat sesuatu yang pernah dialami atau dipelajari, dengan demikian lupa
bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
2.
PROSES
TERJADINYA LUPA
Daya ingatan
kita tidak sempurna. Banyak hal-hal yangpernah diketahui, tidak dapat diingat
kembali atau dilupakan.
Ada empat cara
untuk menerangkan proses lupa keempatnya tidak saling bertentangan, melainkan
saling mengisi
:
a)
Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu
diotak kalau materi yang harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena
proses metabolisme otak, lambat laun jejak materi itu terhapus dari otak sehingga
kita tidak dapat mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak digunakan, materi itu
lenyap sendiri.
b) Mungkin pula
materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami perubahan-perubahan
secara sistematis, mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
·
Penghalusan: materi berubah bentuk ke arah bentuk yang
lebih simatris, lebih halus dan kurang tajam, sehingga bentuk yang asli tidak
diingat lagi.
·
Penegasan: bagian-bagian yang paling mencolok dari suatu
hal adalah yang paling mengesankan. Karena itu, dalam ingatan bagian-bagian ini
dipertegas, sehingga yang diingat hanyalah bagian-bagian yang mencolok,
sedangkan bentuk keseluruhan tidak begitu diingat.
·
Asimilasi: bentuk yang mirip botol misalnya, akan kita
ingat sebagai botol, sekalipun bentuk itu bukan botol. Dengan demikian, kita
hanya ingat sebuah botol, tetapi tidak ingat bentuk yang asli. Perubahan materi
di sini disebabkan bagaimana wajah orang itu tidak kita ingat lagi
c) Kalau
mempelajari hal yang baru, kemungkinan hal-hal yang sudah kita ingat, tidak dapat
kita ingat lagi. Dengan kata lain, materi kedua menghambat diingatnya kembali
materi pertama. Hambatan seperti ini disebut hambatan retroaktif. Sebaliknya,
mungkin pula materi yang baru kita pelajari tidak dapat masuk dalam ingatan,
karena terhambat oleh adanya materi lain yang terlebih dahulu dipelajari,
hambatan seperti ini disebut hambatan proaktif.
d) Ada kalanya
kita melakukan sesuatu. Hal ini disebut represi. Peristiwa-peristiwa
mengerikan, menakutkan, penuh dosa, menjijikan dan sebagainya, atau semua hal
yang tidak dapat diterima oleh hati nurani akan kita lupakan dengan sengaja
(sekalipun proses lupa yang sengaja ini terkadang tidak kita sadari, terjadi
diluar alam kesadaran kita). Pada bentuknya yang ekstrim, represi dapat
menyebabkan amnesia, yaitu lupa nama sendiri, orang tua, anak dan istri dan
semua hal yang bersangkut paut dirinya sendiri. Amnesia ini dapat itolong atau
disembuhkan melalui psikoterapi atau melalui suatu peristiwa yang sangat
dramatis sehingga menimbulkan kejutan kejiwaan pada penderita. (Ahmad Fauzi,
1997: 52-54)
3.
TEORI
PENYEBAB LUPA
Pertama, lupa terjadi karena gangguan konflik
antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa.
Dalam interfence theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini
terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1) proactive
interference,
2) retroactive
interference (Reber, 1988; Best, 1989; Anderson, 1990)
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktif apabila materi pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam
subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa
ini terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang
sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang
waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat
sulit diingat adatu diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan
mengalami gangguan retroaktif apabila materi pelajaran baru membawa
konflik dan gangguan terhadap kembali materi pelajaran lama yang telah lebih
dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini,
materi pejaran lama kan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan
kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama tersebut.
Kedua, lupa dapat
terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada,
baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya kemungkinan.
a. Karena item
informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya) yang diterima
siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam
ketidaksadaran.
b. Karena item
informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi
sama dengan fenomena retroaktif.
c. Karena item informasi
yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar
dengan sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.
Itulah pendapat yang didasarkan para repression
theory yakni teori represi/ penekanan (Reber, 1988). Namun, perlu ditambahkan
bahwa istilah “alam ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di
atas, merupakan gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak
mendapat tantanganm baik dari kawan maupun lawannya itu.
Ketiga, lupa dapat
terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar
dengan waktu mengingat kembali (Anderson, 1990). Jika seorang siswa hanya
mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kudanil lewat gambar-gambar yang
ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan
tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
Keempat, lupa dapat
terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses belajar mengajar
dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat siswa
tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka
materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Kelima, menurut law of
disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran
yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut
asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian denga sendirinya akan
masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi
pelajaran baru.
Keenam, lupa tentu
saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang
terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan geger
otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada dalam memori
permanennya.
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka
ragamnya, yang paling penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor
pertama yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh
hasil riset dan eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.
Kecuali gangguan proaktif dan
retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan bahwa lupa dapat
dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap rusak sebelum masuk
ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap
diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil
kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan karena tennggang
waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan saat proses
pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Best,
1989; Anderson, 1990).
Apakah materi pelajaran yang terlupakan
oleh siswa benar-benar hilang dari ingatan akalnya? Menurut pandangan ahli
psikologi kognitif, “tidak!” materi pelajaran itu masih terdapat dalam
subsistem akal permanen siswa namun terlalu lemah untuk di panggil atau diingat
kembali. Buktinya banyak siswa yang mengeluh “kehilangan ilmu”, setelah
melakukan relearning (belajar lagi) atau mengikuti remedial teaching berfungsi
memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang rusak atau lemah dalam
memori para siswa tersebut, sehingga mereka berhasil mencapai prestasi yang
memuaskan. (Muhibbin Syah, 1996: 160)
4. Lupa Versus
Hilang
Kerapkali pengertian “lupa” dan
“hilang” secara spontan dianggap sama, padahal apa yang dilupakan belum tentu
hilang dalam ingatan begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman
belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa segala sesuatu yang pernah
dicamkan dan dimasukan dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak
menghilang tanpa bekas. Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang tidak dapat
mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah
hal yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak mempunyai efek
apa-apa. (Winkel, 1989: 291) sejumlah kesan yang telah didapat sebagai buah
dari pengalaman belajar tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu
mengendap ke alam bawah sadar. Bila diperlukan kembali kesan-kesan terpilih
akan terangkat ke alam sadar. Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena
kekuatan “asosiasi” atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan
“reproduksi” dengan pengandalan konsentrasi. Oleh karena itu, tepat apa yang
pernah dikemukakan oleh gula (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai
ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari
atau dialami. (Muhibbin Syah, 1999: 151) jadi, lupa bukan berarti hilang,
sesuatu yang terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di alam bawah
sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dalam alam
bawah sadar.
Gangguan-gangguan yang menyebabkan
terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun jangka pendek
ditunjang oleh hasil-hasil penelitian, bahwa informasi-informasi yang baru
didapat membingungkan informasi-informasi yang lama disebut “inhibisi
retroaktif” atau gangguan retroaktif. Sebaliknya, bila informasi-informasi yang
lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru
dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif. (Mahmud, 1990: 136)
5. Lupa-Lupa Ingat
Lupa-lupa ingat berlainan dengan
lupa-lupaan, dan tidak sama dengan melupakan. Lupa-lupaan berarti pura-pura
lupa. Melupakan berarti melalaikan, tidak mengindahkan. Baik lupa-lupaan
mengandung unsur kesengajaan. Sedangkan lupa-lupa ingat berarti tidak lupa,
tetapi tidak ingat benar, (masa samar, tetapi kurang pasti), agak lupa.
Kadang-kadang kita mengingat sesuatu
dari ingatan jangka panjang kita dan merasa seolah-olah kita hampir
mengingatnya, tetapi tidak mengingat betul apa yang ingin kita ingat itu, entah
itu nama seorang teman, tempat berlangsungnya kejadian tertentu, tanggal lahir
seorang pahlawan nasioanl dan sebaginya. “hampir ingat” ini disebut”gejala
ujung lidah”.
Pengorganisasian struktur kognitif yang
kurang baik dan sistematik berpotensi kearah lupa-lupa ingat. Kerancuan
struktur kognitif menyebabkan sejumlah kesan menjadi samar-samar, kesan
berbentuk bayang-bayang dalam ketidakpastian. Sesuatu hal yang
direpresentasikan dalam bentuk kesan mengapung diantara alam bimbang sadar dan
alam bawah sadar, sehingga ingatan yang timbul karena kesadaran akibat adanya
rangsangan dari luar atau usaha mengingat-ingat terjelma dalam bentuk gejala
ujung lidah, hampir ingat atau lupa-lupa ingat, yang berarti tidak lupa, Cuma
kurang pasti. (Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 207-209)
6. Teori-Teori
Mengenai Lupa
Lupa merupakan suatu gejala di mana
informasi yang telah disimpan tidak dapat ditemukan kembali untuk digunakan.
Ada empat teori tentang lupa, yaitu Decay theory, Interference theory,
Retrieval failure, motivated forgetting, dan lupa karena sebab-sebab
fisiologis. Teori-teori ini khususnya merujuk pada memori jangka panjang.
Ï Decay theory
Teori ini beranggapan bahwa memori
menjadi semakin aus aus dengan berlalunya waktu bila tidak pernah diulang
kembali (rehearsal). Teori ini mengandalkan bahwa setiap informasi di simpan
dalam memori akan meninggalkan jejak (memory trace). Jejak-jejak ini akan rusak
atau menghilang bila tidak pernah dipakai lagi. Meskipun demikian, banyak ahli
sekarang menemukan bahwa lupa tidak semata-mata disebabkan oleh ausnya
informasi.
Ï Teori interferensi
Teori ini beranggapan bahwa informasi
yang sudah disimpan dalam memori janga panjang masih ada dalam gudang memori
(tidak mengalami keausan). Akan tetapi proses lupa terjadi karena informasi
yang satu menggangu proses mengingat informasi lainnya. Bisa terjadi bahwa
informasi yang baru diterima mengganggu proses mengingat informasi yang lama,
tetapi bisa juga sebaliknya.
Bila informasi yang baru kita terima,
menyebabkan kita sulit mencari informasi yang sudah ada dalam memori kita,
terjadilah interferensi retroaktif. Dalam hidup sehari-hari kita mengalami hal
ini.
Adalagi yang disebut interferensi
proaktif, yaitu informasi yang sudah dalam memori jangka panjang mengganggu
proses mengingat informasi yang baru saja disimpan.
Ï Teori retrieval failure
Teori ini sebenarnya sepakat dengan
teori interferensi bahwa informasi yang sudah disimpan dalam memori jangka
panjang selalu ada, tetapi kegagalan untuk mengingat kembali tidak disebabkan
oleh interferensi. Kegagalan mengingat kembali lebih disebabkan tidak adanya
petunjuk yang memadai. Dengan demikian, bila syarat tersebut dipenuhi
(disajikan petunjuk yang tepat), maka informasi tersebut tentu dapat ditelusuri
dan diingat kembali.
Ï Teori motivated forgetting
Menurut teori ini, kita akan cenderung
melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Hal-hal yang menyakitkan atau tidak
menyenangkan ini cenderung ditekan atau tidak diperbolehkan muncul dalam kesadaran.
Teori ini didasarkan atas teori psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund
Freud. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa teori ini juga beranggapan bahwa
informasi yang telah disimpan masih selalu ada.
Ï Lupa karena sebab-sebab fisiologis
Para peneliti sepakat bahwa setiap
penyimpanan informasi akan disertai berbagai perubahan fisik di otak. Perubahan
fisik ini disebut engram. Gangguan pada engram ini akan mengakibatkan lupa yang
disebut amnesia. Bila yang dilupakan adalah berbagai informasi yang telah
disimpan dalam beberapa waktu yang lalu, yang bersangkutan dikatakan menderita
amnesia retrograd. Bila yang dilupakan adalah informasi yang baru saja
diterimanya, ia dikatakan menderita amnesia anterograd. Karena proses lupa
dalam kedua kasus ini erat hubungannya dengan faktor-faktor biokimiawi otak,
maka kurang menjadi fokus perhatian bagi para pendidik.
7. Meningkatkan
Kemampuan Memori
Secara umum usaha-usaha untuk
meningkatkan kemampuan memori harus memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut:
I.
Proses memori bukanlah suatu usaha yang mudah. Oleh
karena itu, perlu diperhatikan bahwa pengulangan/rekan. Mekanisme dalam proses
mengingat sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan
sehari-hari. Seseorang dikatakan “belajar dari pengalaman” karena ia mampu
menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya saat ini.
II.
Bahan-bahan yang akan diingat harus mempunyai hubungan
dengan hal-hal lain. Khusus mengenai hal ini, konteks memegang peranan penting.
Dari uraian di depan jelas bahwa memori sangat dibantu bila informasi yang
dipelajari mempunyai kaitan dengan hal-hal yang sudah dikenal sebelumnya.
Konteks dapat berupa peristiwa, tempat, nama sesuatu, perasaan tertentu dan
lain-lain. Konteks ini memberikan retrievel cues atau karena itu mempermudah
recognition.
III.
Proses memori memerlukan organisasi. Salah satu
pengorganisasian informasi yang sangat dikenal adalah mnemonik (bahasa Yunani:
mnemosyne, yaitu dewi memori dalam mitologi Yunani). Informasi diorganisasi
sedemikian rupa (dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dikenal) sehingga
informasi yang kompleks mudah untuk diingat kembali.
Salah satu metode mnemonik yang biasa
dilakukan adalah metode loci (method of loci; loci= locus= tempat). Individu
diminta untuk membayangkan suatu tempat yang ia kenal dengan baik, misalnya
rumahnya. Ia membayangkan dari bagian rumah itu, misalnya dari ruang tamu
sampai kekamarnya. Ia membayangkan benda-benda apa saja yang akan ditemui
didekat pintu masuk, di ruang tamu, dekat pintu kamarnya dan di dalam kamarnya.
Kemudian ia diasosiasikan benda-benda tersebut dengan informasi baru yang harus
diingat.
Metode mnemonik lain yang biasa dipakai
adalah metode menghubung-hubungkan (link method), yaitu menghubungkan informasi
yang harus diingat satu dengan lainnya sehingga mempunyai arti, walau kadang-kadang agak lucu.
Orang yang baru belajar musik sering
harus menghafal tanda-tanda yang amat kompleks. Untuk itu cara seperti berikut
sering banyak membantu:
a. Nada-nada yang
naik ½ (kruis/ #) = Gudeg Djogja Amat Enak Banyak Fitamin
b. Nada-nada yang
turun ½ (mol) = Fajar Bandung Elok Amat Dekat Garut Ciamis
Seorang mahasiswa psikologi yang ingin menghafalkan spektrum warna harus
menempuh jalan sebagai berikut:
·
Mau Jadi Koboi Harus Bisa Naik Unta = Merah Jingga Kuning
Hijau Biru Nila Ungu
Pengorganisasian juga bisa dilakukan
dengan membuat suatu akronim sekaligus sebagai suatu kesatuan informasi (chunk)
seperti dalam jembatan
keledai yang
pernah kita singgung di depan (LUBER, ANDAL kota BERIMAN, dan lain-lain).
(Irwanto, 1991: 152-158)
8. Kiat Mengurangi
Lupa dalam Belajar
Kiat terbaik
untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal siswa.
Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya ingatannya,
antara Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990) adalah sebagai berikut:
§ Overlearning
Overlearning
(belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas
materi pelajaran tertentu. Overlearning terjadi apabila respons atau reaksi
tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atau respons tersebut
dengan cara di luar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk
overlearning, antara lain pembacaan teks pancasila pada setiap hari senin dan
sabtu memungkinkan ingatan siswa terhadap P4 lebih kuat.
§ Extra Study
Time
Extra Study
Time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar
materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar. Penambahan frekuensi
belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu. Kiat ini
dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.
§ Mnemonic Device
Mnemonic device
(muslihat memori) yang sering juga disebut mnemonic itu berarti kiat khusus
yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke
dalam sistem akal siswa.
§ Pengelompokkan
Maksud kiat
pengelompokkan (clustering) ialah menata ulang item-item materi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item
tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip.
§ Latihan Terbagi
Lawan latihan
terbagi (distributed practice) adalah massed practice (latihan terkumpul) yang
sudah dianggap tidak efektif karena mendorong siswa melakukan cramming. Dalam
latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan waktu-waktu istirahat. Upaya
demikian dilakukan untuk menghindari camming, yakni belajar banyak materi
secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam melaksanakan istributed
practice, siswa dapat menggunakan berbagai metode dan strategi belajar yang
efisien.
§ Pengaruh Letak
Bersambung
Untuk
memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial position
effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata0kata (nama, istilah dan
sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat.
Kata-kata yang harus diingat siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan
menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat berbeda dari
kata-kata yang lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan demikian, kata yang
ditulis pada awal yang akhir daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan
diharapkan melekat erat dalam subsistem akal permanen siswa. (Muhibbin Syah,
1996: 160-164)
KESIMPULAN
Lupa adalah hilangnya kemampuan menyebut atau melakukan
kembali informasi dan kecakapan yang telah tersimpan dalam memori.
Faktor-faktor yang menyebabkan lupa
meliputi :
a. Adanya
konflik-konflik antara item-item informasi atau materi pelajar yang ada di
sistem memori seseorang.
b. Adanya tekanan
terhadap item atau materi yang lama baik disengaja atau tidak disengaja.
c. Perbedaan
situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu memanggil kembali item
tersebut.
d. Perubahan situasi dan minat terhadap
proses dan situasi tertentu.
e. Tidak pernah latihan / tidak pernah
dipakai
f. Kerusakan jaringan syaraf otak.
Cara mengurangi lupa:
ü Belajar dengan
melebihi batas penguasaan atas materi pelajaran tertentu.
ü Menambah waktu
belajar sehingga dapat memperkuat terhadap materi yang dipelajari.
ü Mengelompokkan
kata atau istilah tertentu dalam susunan yang logis.
Jenuh belajar adalah yaitu suatu situasi dan kondisi yang menunjukkan tidak adanya hasil belajar yang berhasil guna meskipun telah melaksanakan proses belajar pada waktu tertentu
Jenuh belajar adalah yaitu suatu situasi dan kondisi yang menunjukkan tidak adanya hasil belajar yang berhasil guna meskipun telah melaksanakan proses belajar pada waktu tertentu
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008, Psikologi Belajar,
Jakarta: Rineka Cipta.
Mahmud, M. Dimyati. 1991. Psikologi Pendidikan Suatu
Pendekatan Terapan. Yogyakarta: PBFE.
Purwanto, M. Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suyanto, Agus. 1993. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi
Aksara. Cet. 9
Syah,Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar